Menjelaskan kebaruan dan kontribusi riset doktoral

Saat seseorang mahasiswa S3 menempuh ujian doktoral, hal paling sulit untuk dipertahankan pada saat ujian adalah pertanyaan seputar “novelty” (kebaruan) dan kontribusi riset, baik untuk kemajuan bidang ilmu maupun untuk masyarakat secara umum. Pertanyaan pertama biasanya dimulai dengan kalimat seperti ini: “Apa yang baru dari risetmu dan apa perbedaannya dengan riset sebelumnya?” Sedangkan pertanyaan kedua biasanya dilontarkan dengan kalimat: “Kalau kamu meneliti ini, apa dampaknya untuk masyarakat umum? So what gitu lho?”

So What Question” itulah yang dulu menghantui saya….

Sebelum menjawab dua pertanyaan tersebut, kita perlu memahami bagaimana menyusun sebuah disertasi yang “readable”. Disertasi yang baik adalah disertasi yang mampu memotivasi pembaca untuk terus membaca dari awal sampai akhir. Konsep umum disertasi mirip dengan jam pasir, atau dua piramida yang disusun bertolak belakang. Di bagian awal, perlu dicantumkan hal-hal yang bersifat umum. Semakin masuk ke dalam, hal-hal tersebut semakin mengerucut dan sempit. Pada bagian Pembahasan Hasil Penelitian dan Kesimpulan, hal-hal umum tersebut kembali dicantumkan dan dikaitkan dengan penelitian yang sudah dilakukan. Untuk lebih mudahnya, saya menjelaskannya dengan Gb. 1 di bawah ini.

menyusun-disertasi

Gambar 1. Pola penulisan disertasi yang readable

Agar bisa memotivasi pembaca yang berasal dari kalangan yang lebih luas (termasuk diantaranya adalah para penguji disertasi), penulis harus memasukkan isu-isu umum yang menjadi “common knowledge” dalam bagian Pendahuluan. Hal ini dilakukan agar disertasi memiliki sudut pandang dan implikasi sosial yang lebih luas, sehingga pertanyaan-pertanyaan seputar kontribusi bisa terjawab dengan lebih mudah.  Dalam isu umum tersebut, biasanya ada permasalahan atau tema riset umum (general problem – no.2) yang menjadi landasan bagi para peneliti di bidang tersebut. Hal ini juga perlu dijelaskan di bagian Pendahuluan.

Langkah selanjutnya adalah melakukan literature synthesis (no.3). Saya menyebutnya sintesis, karena penulis disertasi tidak sekedar men-dumping data. Pembaca akan merasa bosan jika penulis hanya mencantumkan :

“Si A melakukan X, sedangkan Si B melakukan Y. Si C melakukan Z…. dst”.

Sintesis lebih kepada mencari tahu apa kelebihan dan kelemahan dari penelitian sebelumnya. Tak lupa, sampaikan juga “apresiasi” terhadap riset sebelumnya jika memang hasilnya bagus dan dipublikasi di jurnal yang ternama karena bisa jadi bapak ibu penguji adalah salah satu penulis dari paper yang disitasi :D (who knows… ho’oh tho?)
misalnya dengan kalimat, “The results are promising”, dan seterusnya. 

Langkah selanjutnya adalah langkah yang sangat vital : deklarasi research gap (no.4). Inilah salah satu porsi yang menjadikan penulis disertasi layak menyandang gelar doktor. Sebagai contoh, dari hasil sintesis, penulis akan menemukan bahwa para peneliti sebelumnya “kebanyakan meneliti hal Q, dan tidak pernah meneliti hal P, sehingga peningkatan akurasi algoritma (atau apapun general problem pada no. 2) dengan meneliti P belum pernah dilakukan sebelumnya”.  Kalimat “belum pernah dilakukan sebelumnya” adalah proklamasi yang lantang bahwa calon doktor inilah yang akan melakukannya. Kalimat selanjutnya tentunya, “Pada penelitian ini, saya meneliti hal P dengan metode bla…. bla….bla…..” . Pada bagian pendahuluan, perlu kita sampaikan juga secara tertulis kontribusi penelitian dan kebaruan penelitian kita. Hal ini untuk menegaskan bahwa riset disertasi ini memang berkontribusi secara nyata terhadap kemajuan bidang ilmu yang menaunginya.

Secara garis besar, untuk mempertahankan pertanyaan seputar novelty, triknya adalah meyakinkan penguji dengan cara mempresentasikan (dan menuliskan) :

  1. Menuliskan “research gap” secara jelas pada abstrak disertasi.
  2. Menuliskan perlunya solusi untuk research gap tersebut.
  3. Menulis secara eksplisit bahwa penelitian kita adalah “baru” (novel, new approach, dst)
  4. Menulis secara eksplisit kontribusi saintifik riset kita, kalau perlu dengan poin per poin, di dalam bab pendahuluan.
  5. Membuat tabel yang berisi perbandingan antara riset kita, dengan riset-riset sebelumnya. Dengan membuat tabel perbandingan tersebut, akan terlihat “apa perbedaan” riset kita dan riset sebelumnya.
  6. Membuat klasifikasi / bagan, yang menunjukkan posisi riset kita di antara bidang riset yang memayunginya. Ini bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan “kontribusi riset pada bidang ilmu”.
  7. Mensitasi paper dari jurnal-jurnal berkualitas, atau jurnal-jurnal yang menjadi pilihan utama para peneliti di bidang yang kita tekuni.
  8. Berusaha sebisa mungkin membatasi sitas pada bagian “Pendahuluan” selama 5 tahun ke belakang (kalau ujian disertasi tahun 2014, paper paling tua yang disitasi pada bagian “Pendahuluan” adalah tahun 2009. Sedangkan sitasi untuk bagian Tinjauan Pustaka, bisa berasal dari tahun manapun. Perbedaannya : bagian Pendahuluan menjelaskan keterbatasan penelitian yang paling mutakhir atau “research gap”-nya, sedangkan bagian Tinjauan Pustaka berfungsi “membangun” pengetahuan tentang bidang riset tersebut).

Sedangkan trik untuk mengatasi pertanyaan seputar kontribusi disertasi untuk masyarakat umum adalah : berusaha menghubungkan riset kita dengan problem yang dihadapi masyarakat, atau industri secara umum. Cukup menantang dan susah. Faktanya, beberapa penguji disertasi tidak terlalu memperhatikan metode apa yang dipakai, dan analisa apa yang diterapkan pada hasil penelitian, karena dua hal tersebut terkadang di luar bidang ilmu penguji dan terlalu “spesifik” untuk mereka. Itulah sebabnya, pada bagian Pembahasan Hasil dan Kesimpulan perlu dicantumkan pembahasan yang terkait dengan general problem yang sudah disampaikan di awal.

Terkadang membaca disertasi lain, baik yang berbahasa Inggris maupun Indonesia, cukup membantu. Selain itu, membaca buku-buku tentang menyusun disertasi akan sangat bermanfaat (buku yang cukup bagus adalah “How to Write a Better Thesis” – karya David Evans, Paul Gruba, dan Justin Zobel).

Dua pertanyaan itulah yang membuat saya dulu harus menempuh ujian tertutup sampai dengan tiga kali. Ujian pertama saya lalui dalam waktu 3 jam, dan full keringet…meski ruangan ber-AC. Ujian kedua dan ketiga masing-masing sekitar 1 jam.
Untuk yang sedang akan menempuh ujian, semoga sharing ini bermanfaat.

Categories: Scientific Writing

7 Comments

Leave a Reply to Frenly Wehantouw Cancel reply